Kado Kematian Dari David

Posted by Unknown Kamis, 06 Februari 2014 0 komentar

Disaat kritisku David datang membawa sebuah kado. Orang bisa menyebut kado kematian. Tak berlebihan jika aku katakan bahwa ini adalah kado terbaik yang pernah ada. Mungkin David membawakannya dari Jibril? Atau malahan David sendiri seorang malaikat? May be, dan inilah kado kematian dari David itu.


Besok adalah hari kematianku. David membuka kapsul satu demi satu, mengeluarkan cairannya ke sendok, lalu menyuapkannya ke mulutku. Lima kapsul sekaligus. Bagiku makan obat sudah seperti makan kacang, bisa kapan saja dan tak harus dihitung berapa butir yang sudah kutelan. Dua minggu terakhir, semenjak diambil dari rumah sakit, aku tak makan obat. Kenapa? 
Harga obat kanker yang menumpuk di tempat tidurku itu sama dengan harga motor baru. Ponakanku Kelyn menghitungkannya buatku. Mbah Soplak, belakang rumah, menghabiskan 6 ribu rupiah sehari untuk makan dengan lauk sederhana. Kalau harga obat itu dibagi 6 ribu hasilnya sekitar 2 ribu. Jadi uang itu setara dengan anggaran makan 2 ribu orang seperti Mbah Soplak selama sehari, atau 20 Mbah Soplak untuk 100 hari.  Artinya selama 2 minggu menjemput kematian ini, aku harus menghabiskan uang makan 20 orang miskin untuk 100 hari?
Esok hari orang sibuk melayat, menyolatkan dan menguburkan. Biaya kafan dan perawatan jenazah, 200 ribu. Gali kubur, 200 ribu. Papan jati penutup mayat, 1 juta 750 ribu rupiah. Malam hari setelah pemakaman biasanya ada acara dzikir bersama. Hari pertama sampai ketiga, hari ketujuh, kemudian hari ke empatpuluh. Total anggaran untuk seluruh acara tersebut tak lebih murah dari harga obat dua mingguan yang aku ceritakan tadi.
Aku berbisik pada David,
“Tolong ambil uang di ATM-ku, masih ada beberapa ratus ribu. Belikan nasi bungkus. Kasihkan buat Mbah Soplak dan sebanyak mungkin orang miskin seperti dia”.
Aku berfikir, kalau tumpukan obat itu bisa dijual, cepatlah jadikan uang, belikan nasi bungkus untuk Mbah Soplak. Kemudian, perlengkapan pemakaman yang mahal, seperti kayu jati, ganti saja pakai bambu. Paling seratus ribu. Sisanya sekitar satu setengah juta, belikan nasi bungkus untuk Mbah Soplak. Lalu anggaran selamatan yang setara dengan harga obat seminggu itu, belikan juga nasi bungkus untuk Mbah Soplak. Aku pikir aku tak butuh yang seperti itu. Yang kuharap hanya doa orang tuaku, anakku, saudaraku, sahabatku dan orang tercintaku. Doa tulus yang tak ada hubungannya dengan anggaran dan acara apapun.
David berhasil membuatku mau menelan cairan lima butir kapsul pemberiannya. Aku masih ingat yang dia bisikkan,
”Pakde…..”, begitu kami saling menyebut sesama anggota gank  cowok IPA semasa SMA dulu. Dia melanjutkan,
”….., hidup mati itu urusannya Gusti Allah, tapi masalah sehat atau sakit, itu urusan sampeyan sendiri. Yang bilang sampeyan mati besok pagi itu mereka, bukan Gusti Allah. Iya kalau jadi mati, kalau sepuluh tahun lagi? Pilih mana, sepuluh tahun lagi hidup dalam kondisi sakit atau sehat?”
David membetulkan sandaranku, menyuapkan sesendok madu,
“Keinginan sembuh akan menstimulasi otak agar memerintahkan semua organ bekerja melakukan perbaikan sel. Tuhan menciptakan tubuh manusia lengkap dengan kemampuan untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Kita hanya butuh memasukkan nutrisi yang diperlukan tubuh untuk proses ini. Jika besok benar mati, sampeyan sudah melakukan kewajiban merawat tubuh titipan Allah sampai detik terakhir. Jika belum, artinya ada kesempatan untuk sembuh dan beramal yang lebih banyak lagi. Gunakan kesempatan itu”.

Masa kritis itu telah dua belas tahun berlalu, tapi kata-kata David terdengar jelas sampai hari ini. Dia menempatkan aku sebagai tangan kanan untuk beberapa perusahaan, lembaga pendidikan dan layanan kesehatan gratis yang didirikannya.
Sore itu di pemakaman, tak lagi ada satupun pelayat yang tinggal. Patok kayu itu bertuliskan:
David Maulana
Lahir 23-03-1971
Wafat 23-11-2013
David benar. Aku sakit tapi hidup, sementara dia mati, padahal sehat sama sekali. Usai meng-imam-i sholat Isya tadi malam di masjid, dia tidur tanpa pernah bangun kembali.
Hari ini, berapapun sisa hidup yang aku dapati adalah kesempatan untuk menjaga titipan Allah padaku, sekaligus titipan Allah pada David yang sekarang ada di pundakku.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Kado Kematian Dari David
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://stokcerpen.blogspot.com/2014/02/kado-kematian-dari-david.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Posting Komentar

1.Demi keindahan forum komentar harap mencantumkan Nama (nickname) setiapkali memberikan komentar.
2.Pada box "Beri komentar sebagai"... pilih "Name/URL" (jangan anonymous).
3.Lalu tuliskan nickname dan kosongkan URL, kemudian klik "lanjutkan"
4.Jika Anda punya gmail, pilih "google account", anda akan diminta login. Silakan Login kemudian publikasikan komentar anda.
5.Anda bebas berkomentar apa saja, boleh serius, boleh lucu, tapi jangan menyinggung sara maupun saru (pornografi).
Dapatkan Souvenir Cantik Stok Cerpen Untuk Komentar Terbaik